TEKS

SELAMAT DATANG DAN JANGAN LUPA ISI BUKU TAMU & KOMENTAR YA.....

Saturday, January 15, 2011

KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekian ratus tahun telah berlalu sejak musafir pedagang muslim mulai menginjakkan kakinya di bumi nusantara, kemudian membangun komunitas islam pertama (sebagaimana terbukti adanya batu-batu nisan) sampai akhirnya membentuk pusat-pusat kekuasaanya,yang berbentuk kerajaan-kerajaan. Sekian ratus tahun sejarah itu telah dalam proses dinamika waktu. Dan islam adalah juga konsep sejarah yang terlibat.islam adalah impian para pedagang /penyebar islam, kemudian menjadi cita-cita akhirnya menjadi sebuah kenyataan dengan terbentuknya kerjaan islam. Meskipun terusik oleh hegemoni kolonialisme barat kenyataan itumakin menjadi cita-cita sehingga pecah perlawanan terhadap kolonialisme barat (belanda)yang mengusikya lalu menjadi kenyataan baru yang melahirkan cita-cita dan begitu seterusnya sampai sekarang.

Sejarah merupakan catatan yang berusaha merekonstruksi hari lampau yang harus di bahas secara cermatdan jujur untuk mendapatkan fakta sejarah yang tersembunyi. Karena dari pengalaman sejarah kita dapat bercermin dan mendapat I'tibar dalam menata dan mengatur serta memperjuangkan islam di masa kini dan mendatang.

Oleh Karen itulah sejarah islam di pelajari namun pemakalah hanya membahas sub bab diantara beberapa subbab yang di bahassebagai tugas kelompok dengan judul " kerajaan islam pada masa penjajahan belanda ".

B. Rumusan Masalah

1) Bagaimana situasi dan kondis kerajaan–kerjaan islam di Indonesia ketika belanda datang?

2) Apa yang melatarbelakangi belanda datang ke Indonesia?

3) Apa yang dilakukan belanda terhadap nusantara ?

4) Bagaimana reaksi kerajaan atas penjajahan belanda?

5) Bgaimana tanggapan / tindak lanjut belanda setelah di lakukan berbagai perlawanan?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Situasi dan Kondisi Kerajaan-Kerajaan Islam Di Indonesia Ketika Belanda Datang

Keadaan kerajaan-kerajaan islam menjelang datangnya Belanda di akhir abad ke 16 dan awal abad ke 17 ke indonesia berbeda-beda bukan hanya berkenaan dengan kemajuan politik, tetapi juga proses islamisasinya.

Di Sumatra, setelah malaka jatuh ketangan portugis percaturan politik di kawasan selat malaka merupakan pertjuangan segitiga: Aceh, Portugis, dan Johor. Pada abad ke16 tampaknya aceh menjadi dominan terutama karena para pedagang muslim menghindar dari malaka dan memilih aceh sebagai pelabuhan transit. Selain itu ekspansi aceh ketika itu berhasil menguasai perdagangan pantai barat Sumatra. Ketika itu aceh memang sedang berada dalam masa kejayaan dibawah pimpinan Sultan Iskandar Muda. Dan ketika sultan iskandar muda telah wafat kemudian di gantikan oleh Sultan Iskandar Tsani. Sultan ini masih mampu mempertahankan kebesaran aceh. Setelah ia meninggal dunia aceh secara bedrturut-turut di pimpin oleh tiga orang wanita selama 59 tahun. Ketika itulah aceh mulai mengalami kemunduran.

Di jawa, pusat kerajaan islam sudah pindah dari pesisir kedalam, yaitu dari Demak ke Pajang kemudian Ke Mataram. Berpindahnya pusat pemerintahan itu membawa pengaruh besar yang sangat menentukan perkembangan sejarah islam di Jawa.

Sementara itu di Banten, di pantai Jawa Barat muncul sebagai simpul penting antara lain karena perdagangan adanya dan tempat penampungan pelarian dari pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mrosotnya peran pelabuhan-pelabuhan Jawa Timur akibat politik mataram dan munculnya makasar sebnagai pusat perdagangan membuat jaringan perdagangan dan rute pelayaran dagang di Indonesia bergeser.

Di sulawesi, pada akhir ke 16 pelabuhan makasar berkembang dengan pesat akan tetapi ada factor- factor historis lain yang mempercepat perkembangan.

B. Latar Belakang Kedatangan Belanda, VOC, Hindia Belanda

Tujuan Belanda datang ke Indonesia, untuk mengembangankan usaha perdangan, yaitu mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa. Dan perseruan Amsterdam mengirim beberapa armada kapal dagangannya ke Indonesia, dan diikuti banyak perseroan lain yang juga ingin berdagang dan berlayar ke Indonesia. Kemudian perseroan-perseroan itu bergabung dan di sahkan oleh Staten General Republik dengn satu piagam yang memberi hak kusus untuk berdagang, berlayar dan memegang kekuasaan di kawasan Kepulauan Nusantara. Perseroan itu bernama VOC.

Dalam usaha mengembangkan usaha perdagangannya. VOC nampak ingin melakukan Monopoli, karena itu, aktivitas ingin menguasai perdagangan Indonesia menimbulkan perlawanan pedagang-pedagang pribumi karena merasa terancam. Pada tahun 1798 VOC dibubarkan karena sebelumnya pada 1795 izin operasinya di cabut. Dibubarkannya VOC disebabkan beberapa factor. Dengan bubarnya VOC pada pergantian abad ke 18 secara resmi Indonesia berpindah ketangan pemerintahan Belanda, karena pemerintahan belanda memanfaatkan daerah jajahan untuk memberi keuntungan sebanyak-banyaknya kepada negri induk, guna menanggulangi masalah ekonomi Belanda yang sedang mengalami kebangkrutan akibat perang. Pada tahun 1830 pemerintah hindia-belanda menjalankan system tanam paksa. Dan pada tahun 1901 belanda menerapkan politik etis atau politik balas budi.

C. Penetrasi Politik Belanda

VOC sejak semula memang diberi izin oleh pemerintah belanda untuk melakukan kegiatan politik dalam rangka mendapatkan hak monopoli dagang di Indonesia. Oleh karena itu, VOC dibantu oleh kekuatan militer dan armada tentara serta hak-hak yang bersifat kenegaraan mempunyai wilayah mengadakan perjanjian politik, dan sebagainya. Dengan perlengkapan yang lebih maju VOC, melakukan politik ekspansi. Dengan kata lain abad ke 17 dan 18 adalah priode ekspansi dan monopoli dalam sejarah kolonial di Indonesia. Menjelang akhir abad ke 18 ekspansi di wilayah iniberhasil di jawa.

Penetrasi politik belanda juga terjadi di kerajaan banjarmasin. Belanda pertama kali datang ke kerajaan ini pada abad ke 17. untuk memperkokoh kedudukannya belanda mengangkat seorang gubernur di daerah itu. Ini berarti secara de facto, belanda sudah menjadi penguasa politik. Ini pula yang menjadi latar belakang terjadinya perang banjarmasin yang di pimpin pangeran Antarsari.

D. Perlawanan Terhadap Penjajahan Belanda

Terdapat beberapa perlawanan-perlawanan dan perlawanan yang terbesar dan terlama ada empat :

1. Perang Paderi di Minang Kabau

Pada perang paderi ini Balanda berkali-kali mendapatkan kesulitan dalam melawan kaum paderi, dan kaum paderi sendiri lolos berkali-kali dari tipuan penghianatan Belanda. Akan tetapi pada akhirnya kaum paderi itu kalah karena Belanda membuat tipuan muslihat dengan jebakan-jabakannya.

2. Perang Diponegoro

Perang Diponegoro adalah perang terbesar yang dihadapi pemerintah colonial Belanda di jawa. Pemicu terjadinya perang ini adalah rencana pemerintah Hindia Belanda untuk membuat jalan yang menerobos tanah milik pangeran diponegoro dan harus membongkar makam keramat. Patok-patok yang ditanam oleh pemerintah dicabut oleh pihak Diponegoro. Pihak Belanda ingin mengadakan perundingan dengan pangeran Diponegoro, setelah itu pangeran Diponegoro pindah ke selarong untuk memimpin perlawanan Belanda dengan menggariskan maksud dan tujuan. Dalam perang Diponegoro di nobatkan sebagai pemimpin tertinggi jawa dengan gelar Sultan Ngabdulhamid Herucakra Kabiril Mukminin Kholifatullah Ing Tanah Jawa.

Pada suatu keteka pangeran Diponegoero diundang oleh risiden untuk melanjutkan rundingan.akan tetapi pada rundingan ini pangeran Diponegoro malah di tangkap dan diasingkan karena ingin tetap mempertahankan agar di beri kebebasan untuk mendirikan Negara yang merdeka berdasarkan islam

3. Perang Banjarmasin

Perang banjarmasin ini dilatar belakangi karma adanya campur tangan belanda dalam pemilihan sultan muda, karena sultan yang berkuasa pada masa itu sudah tua. Yang mana jabatan itu akan diserahkan pada putranya yang bernama Abdurrahman akan tetapi ia tidak berusia panjang. Dan sebagai penggantinya sultan menunjuk cucunya yang bernama Hidayat. Akan tetapi belanda kurang setuju drngan pilihan sultan yang mana belanda lebih berpihak pada pangeran Tamjid. dari terpilihnya pangeran Tamjid ini rakyat kurang setuju timbullah kericuan diberbagai wilayah banjarmasin. Ketika itulah perang banjarmasin di anggap dimulai.

4. Perang Aceh

Pada awal abad ke 19, sebenarnya hegemoni kerajaan aceh di Sumatra utara sudah sangat menurun, tatapi kedaulatanya masih di akui oleh Negara-negara barat. Pada tanggal 30 maret 1857 di tanda tangani kontrak antara aceh dan pemerintah hindia belanda yang berisi kebebasan perdagangan kontrak itu memberi kedudukan kepada belanda disana dan di perkuat oleh traktat siak yang di tanda tangani pada tahun itu juga.

Setelah terusan suez dibuka, pelabuhan aceh menjadi sangat strategis, karena berada dalam urat nadi pelayaran internasional. Berdasarkan traktat Sumatra 2 nopember 1871, pihak belanda di beri kebebasan memperlus daerah kekuasaany di aceh, sedangkan inggris memperoleh kebebasan berdagang di daerah siak.

Itulah awal perang aceh yang menurut waktu dan ruang tdak ada taranya dalam sejarah perlawanan terhadap kekuasaan colonial perang ini disebut juga perang rakyat, karena seluruh rakyat aceh terlibat secara aktiv melawan colonial. Pejuang aceh dipersenjatai oleh idiologi perang sabil sepanjang berlangsungnya perang yang jelas mempersulit belanda.

E. Politik Islam Hindia Belanda

Indonesia merupakan negeri berpenduduk mayoritas muslim. Agama islam secara terus menerus menyadarkan pemeluknya bahwa mereka harus membebaskan diri dari cengkraman pemerintah kafir. Perlawanan dari raja-raja islam terhadap pemerintahan colonial bagai tak pernah henti. Padam di suatu tempat muncul di tempat lain. Belanda menyadari bahwa perlawana itu di inspirasi oleh ajaran islam.

Oleh karena itu, agam islam dipelajari secara ilmiah di negeri belanda. Seiring dengan itu, disana juga di selenggarakan indologie, ilmu untuk mengenal lebih jauh seluk beluk penduduk Indonesia. Semua itu di maksudkan untuk mengukuhkan kekuasan belanda di Indonesia. Hasil dari pengkajian itu, lahirlah apa yang di kenal dengan "politik islam". Tokoh utama dan peletak dasarnya adalah Prof. Snouck hurgronje . dia berada di Indonesia antara tahun 1889 dan 1906.

Berdasarkan analisisnya, islam dapat dibagi menjadi dua bagan, yang satu islam religius dan yang lain islam politik terhadap masalah agama, pemerintah belanda di sarankan agar bersikap toleran yang di jabarkan di dalam sikap netral terhadap kehidupan keagamaan.

Dalam rangka membendung pengaruh islam, pemerintah belanda mendirikan lembaga pendidikan bagi bangsa Indonesia, terutama untuk kalangan bangsawan. Mereka harus di tarik kea rah westernisasi.

Analisa snouck hurgronje tentng potensi pribumi dan teotrinya tentang pemisahan unsure agama dari unsure politik, tidak sejalan dengan perkembangan situasi, terutam 20 tahun terahir kekuasaan belanda di Indonesia. oleh karena itu, peranan politik kantoor voor islandsche zaken semakin menghilang pada tahun-tahun terakhir, meskipun wewenangnya mengawasi gerakan politik lebih dipertegas sejak tahun 1931. Kantoor ini memang harus menjamin kelangsungan pemerintah hindia Belanda.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

v Keadaan kerajaan-kerajaan islam menjelang datangnya Belanda di akhir abad ke 16 dan awal abad ke 17 ke indonesia berbeda-beda bukan hanya berkenaan dengan kemajuan politik, tetapi juga proses islamisasinya

v Tujuan Belanda datang ke Indonesia, untuk mengembangankan usaha perdangan, yaitu mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa, sampai tujuan itu berubah yaitu menguasai Indonesia.

v Penetrasi politik di lakukan VOC dibantu oleh kekuatan militer dan armada tentara serta hak-hak yang bersifat kenegaraan mengadakan perjanjian politik untuk melakukan politik ekspansi.

v Perlawanan terhadap belanda sebagai reaksi kerajaan yaitu: Perang Paderi di Minang Kabau, Perang Diponegoro, Perang Banjarmasin, dan perang aceh.

v Agam islam dipelajari secara ilmiah di negeri belanda. Seiring dengan itu, disana juga di selenggarakan indologie, ilmu untuk mengenal lebih jauh seluk beluk penduduk Indonesia. Semua itu di maksudkan untuk mengukuhkan kekuasan belanda di Indonesia.

B. Saran

Kita, sebagai generasi penerus perjuangan islam, tidaklah pantas menelantarkan sejarah, karena dengan sejarah kita bias belajar dari pejuang-pejuang masa lampau untuk di jadikan pelajaran dan pengalaman dalam menghadapi berbagai tantangan zaman sebab experience is the best teacher. Dan semoga makalh ini bermanfaat bagi kita semua Amin ya mujibbassailin.

DAFTAR PUSTAKA

Yatim, Badri. 1993 . Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada

Abdullah, Taufiq dan Hisyam, Muhammad. 2003. Sejarah Umat islam Indonesia. Jakarta: PT Intermasa

Monday, January 10, 2011

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING SEBAGAI PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN SISWA

Oleh : Muhammad zainudin & Wahib Rodhi

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kepribadian dan tipe-tipe kepribadian. Telah sangat jelas bahwa yang dimaksud dengan kepribadian adalah suatu cirikhas yang menetap pada diri seseorang dalam berbagai situasi dan dalam berbagai kondisi, yang mampu membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lain. Dan mengenai tipe-tipe kepribadian, ada individu-individu yang bersahabat, menyenangkan, ramah, banyak bicara, impulsif dan sebagainya.

Bimbingan dan konseling harus membantu memudahkan siswa mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya seoptimal mungkin, sehingga terwujud siswa yang tangguh menghadapi masa kini dan masa mendatang.
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dari keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah menjadi tanggung jawab bersama antara personel sekolah, yaitu kepala sekolah, guru, konselor, dan pengawas. Kegiatan bimbingan dan konseling mencakup banyak spek dan saling kait mengkait, sehingga tidak memungkinkan jika layanan bimbingan dan konseling hanya menjadi tanggung jawab konselor saja.

Maka dari itu layanan bimbingan konseling dalam membentuk kepribadian siswa sangatlah penting untuk dikaji,semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua khususnya bagi pemakalah

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah Pengertian Dan Tipe dari Kepribadian?

2. Apakah Peranan Bimbingan Konseling Terhadap Kepribadian Siswa?

3. Bagaimanakah Tugas Seorang Konselor dalam Pembentukan Kepribadian Siswa ?

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Tipe Kepribadian

Atkinson (1996) dalam bukunya Pengantar Psikologi Jilid-2 mendefinisikan kepribadian sebagai pola perilaku dan cara berfikir yang khas, yang menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan. Istilah khas menyiratkan adanya konsistensi perilaku, bahwa orang cenderung untuk bertindak atau berfikir dengan cara tertentu dalam berbagai situasi. Sementara itu menurut Kelly (dalam Koeswara, 1991) kepribadian diartikan sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Menurut Wheeler (dalam Patty, 1982) kepribadian adalah pola khusus atau keseimbangan daripada reaksi-reaksi yang teratur yang menampakkan sifat khusus individu diantara individu-individu yang lain.Sedangkan menurut Sigmund Freud sang pendiri aliran Psikoanalisa (dalam Koeswara, 1991) memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem, yakni id (dorongan, atau nafsu), Ego (diri) dan superego (nilai yang diintroyeksikan melalui pendidikan). Menurutnya tingkah laku, tidak lain merupakan hasil dari konflik ketiga sistem kepribadian tersebut.

Menurut Hall (1998) kepribadian merupakan hakekat keadaan manusiawi, yaitu bahwa kepribadian merupakan bagian dari individu yang paling mencerminkan atau mewakili pribadi, bukan hanya dalam arti bahwa ia membedakan individu tersebut dari orang lain, tetapi yang lebih penting, bahwa itulah ia yang sebenarnya.

Menurut Eysenck (1964) tipe kepribadian dibagi menjadi tiga, yaitu:

1) Kepribadian Ekstrovert :dicirikan dengan sifat sosiabilitas, bersahabat, menikmati kegembiraan, aktif bicara, menyenangkan spontan, ramah, sering ambil bagian dalam aktivitas sosial.

2) Kepribadian Introvert :dicirikan dengan sifat pemalu, suka menyendiri, mempunyai kontrol diri yang baik.

3) Neurosis : dicirikan dengan pencemas, pemurung, tegang, bahkan kadang-kadang disertai dengan simptom fisik seperti keringat, pucat, dan gugup.

2. Peranan Bimbingan Konseling Terhadap Kepribadian Siswa

Sebagian dari kita mungkin masih menyimpan tanda tanya Kenapa mengenal kepribadian siswa menjadi penting?. Baik, saya akan mencoba menjelaskan sebisa saya. Diantara kita mungkin pernah mengalami hal-hal sebagai berikut:

a. Merasa kesal dengan siswa yang susah diatur.

b. Merasa kesal dengan siswa yang cerewet sedikit-sedikit bertanya, sedikit-sedikit bertanya.

c. Merasa kesal dengan siswa yang bersikap dingin pada kita.

d. Merasa kesal dengan siswa yang "bodoh" atau sulit sekali memahami pelajaran yang kita berikan.

e. Merasa kesal dengan siswa yang keras hati dan mudah emosi.

f. Merasa kesal dengan siswa yang bicaranya kasar.

g. Merasa kesal dengan siswa yang tidak bertanggung jawab.

h. Merasa kesal dengan siswa yang hanya diam saja dikelas, kalau tidak ditanya tidak bicara.

i. Merasa kesal dengan siswa yang mudah tersinggun.

j. Merasa kesal dengan siswa yang lamban dalam mengerjakan tugas

Bimbingan dan konseling pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa, pencegahan terhadap timbulnya masalah yang akan menghambat perkembangannya, dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya, baik sekarang maupun masa yang akan dating. Sehubungan dengan target populasi layanan bimbingan dan konseling, layanan ini tidak terbatas pada individu yang bermasalah saja, tetapi meliputi seluruh siswa. (Nurihsan, 2006: 42)

Sejalan dengan visi tersebut, maka misi bimbingan dan konseling harus membantu memudahkan siswa mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya seoptimal mungkin, sehingga terwujud siswa yang tangguh menghadapi masa kini dan masa mendatang.

Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dari keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah menjadi tanggung jawab bersama antara personel sekolah, yaitu kepala sekolah, guru, konselor, dan pengawas. Kegiatan bimbingan dan konseling mencakup banyak spek dan saling kait mengkait, sehingga tidak memungkinkan jika layanan bimbingan dan konseling hanya menjadi tanggung jawab konselor saja. (Soetjipto, 2004: 99)

3. Tugas Seorang Konselor dalam Pembentukan Kepribadian Siswa

Asar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).

Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.

Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya: pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri.

Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah, tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas (free sex).

Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut.

Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.

Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah standar kompetensi kemandirian.

Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personal Sekolah lainnya (pimpinan Sekolah, guru-guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di Sekolah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar dapat mengembangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.

Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).

Namun pada kenyataannya dilapangan bimbingan dan konseling tidak dapat berjalan maksimal hal ini disebabkan waktu tatap muka dengan siswa terbatas, cara-cara layanan yang konvensional, Guru BK hanya menunggu pasif, banyak siswa yang enggan mengutarakan permasalahan–permasalahan yang dihadapi. Hal ini dimungkinkan karena rasa kurang percaya diri, dan tidak ada motivasi dari guru BK. Untuk menjawab permasalahan diatas kiranya perlu suatu desain layanan bimbingan yang inovatif dalam hal ini kami menawarkan suatu layanan konseling dengan menggunakan semacam Computer Based Training (CBT), pemanfaatan Email dan Chatting.

Konselor sekolah adalah konselor yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan BK terhadap sejumlah peserta didik. Pelayanan BK di sekolah merupakan kegiatan untuk membantu siswa dalam upaya menemukan dirinya, penyesuaian terhadap lingkungan serta dapat merencanakan masa depannya. Prayitno (2004a:3) menyebutkan bahwa pada hakikatnya pelaksanaan BK di sekolah untuk mencapai tri sukses, yaitu: sukses bidang akdemik, sukses dalam persiapan karir dan sukses dalam hubungan kemasyarakatan.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan “konselor adalah pendidik” dan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005 mengemukakan “konselor adalah pelaksana pelayanan konseling di sekolah”.

Dalam Pasal 39 Ayat 2 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan:

Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa seorang konselor juga merupakan pendidik, yaitu tenaga profesional yang bertugas: (1) merencanakan dan menyelenggarakan proses pembelajaran, (2) menilai hasil pembelajaraan (3) melakukan pembimbingan dan pelatihan. Arah pelaksanaan pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran yang dimaksud adalah melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling yaitu berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling dan berbagai keterkaitannya serta penilaianya.

Semua pendidik, termasuk di dalamnya konselor, melakukan kegiatan pembelajaran, penilaian, pembimbingan dan pelatihan dengan berbagai muatan dalam ranah belajar kognitif, afektif, psikomotor, serta keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Bimbingan dan konseling pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa, pencegahan terhadap timbulnya masalah yang akan menghambat perkembangannya, dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya, baik sekarang maupun masa yang akan dating. Sehubungan dengan target populasi layanan bimbingan dan konseling, layanan ini tidak terbatas pada individu yang bermasalah saja, tetapi meliputi seluruh siswa. (Nurihsan, 2006: 42)

Sejalan dengan visi tersebut, maka misi bimbingan dan konseling harus membantu memudahkan siswa mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya seoptimal mungkin, sehingga terwujud siswa yang tangguh menghadapi masa kini dan masa mendatang.

Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dari keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah menjadi tanggung jawab bersama antara personel sekolah, yaitu kepala sekolah, guru, konselor, dan pengawas. Kegiatan bimbingan dan konseling mencakup banyak spek dan saling kait mengkait, sehingga tidak memungkinkan jika layanan bimbingan dan konseling hanya menjadi tanggung jawab konselor saja. (Soetjipto, 2004: 99

DAFTAR PUSTAKA

Dharmawan, A. 2004. Kepribadian siswa. Bandung: Binacipta.

Suwarsono, Alvin Y.S.O. 2005. Bimbingan konseling dalam pembentukan kepribadan siswa. Jakarta: LP3ES.

PROSES MENGHIMPUN BERITA

A. Latar Belakang

Dalam memasuki abad informasi dan komunikasi saat ini, banyak kegiatan yang terkait dengan masalah media massa umumnya, jurnalistik khususnya. Dalam hubungan ini, banyak anggota masyarakat dan mahasiswa yang berkeinginan menerjunkan diri dalam dunia jurnalistik dan dunia tulis-menulis. Namun, sejauh ini, banyak diantara meraka yang belum mengetahui dan memahami secara jelas bagaimana cara mencari dan menghimpun suatu berita dan apakah berita itu layak untuk diterbitkan ataukah tidak.

Oleh karena itu, dalam makalah ini kami sengaja menulis proses menghimpun berita diperuntukkan mahasiswa yang berkeinginan menjadi penulis handal dan mereka dapat memahami secara kaffa, apakah tulisan itu layak untuk dimuat ataukah tidak.

B. Proses Menghimpun Berita

Di permukaan bumi, berita itu ada dimana-mana. Kita tinggal menyeleksi mana yang betul-betul berita dan mana yang dapat diciptakan menjadi berita. Memilih bahan berita ini merupakan suatu kegiatan yang memiliki nilai seni tersendiri. Adapun pengumpulan bahan berita dapat melalui wawancara atau melalui peliputan. Yang mana proses menghimpun berita meliputi:

1. Penentu Berita

Tahap awal dari kerja redaksional adalah proses menentukan suatu peristiwa yang mempunyai nilai berita. Dalam hal ini melibatkan redaktur dan reporter.

Dalam proses ini, reporter sebaiknya membuat sebuah check-list (daftar periksa) yang biasa disebut planningsheet. Setelah reporter membuat abstraksi dari peristiwa yang telah diliput, untuk selanjutnya diserahkan ke meja redaktur untuk penilaian layak atau kurang layaknya suatu berita dimuat, dengan ditentukan seberapa kuat unsur-unsur nilai berita. Semakin banyak unsure nilai beritanya semakin tinggi kelayakan beritanya dimuat.

2. Dapur Redaksi

Dalam organisasi suratkabar, redaktuir dan pimpinan redaksi mengadakan rapat guna menentukan berita apa saja yang akan dimuat besok sebelum reporter ditugaskan.

Secara garis besar struktur hirarki keorganisasian pada suratkabar terdiri dari:

  1. Pimpinan Umum; orang yang memiliki suratkabar atau orang yang mewakilinya.
  2. Pimpinan Redaksi; orang yang bertanggung jawab atas operasional redaksional.
  3. Pimpinan Perusahaan; orang yang bertanggung jawab atas administrasi, keuangan dan pemasaran.
  4. Redaktur Pelaksana; orang yang bertugas mengawasi dan mengarahkan reporter.
  5. Reporter; peliput berita.
  6. Manager-manager; orang yang bertanggung jawab pada pimpinan perusahaan yang berkaitan dengan iklan, promosi, sirkulasi dan lainnya.

3. Beat atau Wilayah Peliputan

Setiap reporter memiliki wilayah peliputan yang berbeda dalam satu kerangka redaksional atau dalam istilah dunia suratkabar disebut dengan beat. Salah satu contohnya adalah redaktur kota menempatkan reporter-reporternya dalam beat masing-masing, seperti balai kota, pengadilan, kantor polisi, dinas social, bank dan tempat-tempat lain yang mengalami perkembangan informasi yang secara umum dibutuhkan oleh pembaca, dalam hal ini masyarakat secara keseluruhan. Namun selain itu redaktur juga memiliki reporter yang tidak ditugaskan dalam beat-beat tertentu dan dalam satu bidang tertentu yang disebut dengan pelaksana penugasan umum.

4. Wartawan dalam Aksinya

Menurut Charnley, menghimpun berita adalah pekerjan berat yang rata-rata abstraksi pekerjaannya menghabiskan waktu 13 jam sehari, namun kadang wartawan harus bekerja fulltime bahkan hari minggu-pun sebagian wartawan harustetap bekerja.

Mula-mula wartawan mencari gambaran peristiwa yang akan dimuat dalam suratkabar dengan melihat beberapa suratkabar lain sebagai pembanding mencari peristiwa, kemudian bermusyawarah dengan redaktur dan dibahas dalam rapat redaksi.

Setelah perihal berita yang akan diliput telah disepakati oleh redaktur, wartawan pergi menuju beatnya untuk mencari, mewawancarai dan menghimpun berita. Setelah pekerjaan itu selesai, maka hasilnya akan diberikan kepada redaktur untuk dibahas kembali dalam rapat budgeting yaitu rapat yang mengalokasikan berita-berita yang telah diliput oleh reporter yang biasa disebut rapat petang. Dalam rapat ini akan dilakukan klasifikasi berita dan ditentukan mana yang akan menjadi berita utama dan berita halaman lainnya kemudian baru dikirim ke bagian composing untuk dicetak.

5. Syarat-Syarat Wartawan yang Baik

Dalam dunia jurnalistik, seorang wartawan dituntut untuk memiliki daya penciuman yang tajam, yang biasa dikenal dengan "hidung wartawan", yaitu kemampuan yang mampu menjadikan sebuah informasi atau fakta menjadi sebuah berita yang layak untuk diberitakan.

Menurut Charnley dalam bukunya reporting 1975, ada empat hal yang perlu dimiliki olehseorang wartawan, yaitu:

  1. Pengalaman
  2. Perasaan ingin tahu
  3. Daya khayal atau imajinasi tinggi
  4. Pengetahuan luas

6. Menggali Berita

Pengertian menggali disini yaitu mencari aspek-aspek dalam kehidupan budaya atau social masyarakat atau dalam kegiatan pemerintahan yang dapat diangkat menjadi berita yang menarik perhatian khalayak.

Istilah menggali berita dalam suratkabar lebih dikenal sebagai "mencari berita". Pengertian ini timbul dari asumsi wartawan yaitu tidak ada istilah "tidak ada berita" dimana pun dan kapan pun wartawan itu berada.

7. Meliput Berita dengan Menyamar

Peliputan berita yang dilakukan dengan menyamar terkadang memang diperlukan dalam menunjang proses pengumpulan berita. Peliputan ini dilakukan karena adanya suatu hal yang tidak wajar atau sesuatu yang ditutup-tutupi.

Dalam etika jurnalistik, pemberitaan semacam ini dapat dipertanggungjawabkan selama demi kepentingan umum dan dari sisi hukum tidak menyalahi undang-undang yang berlaku. Penegasan ini diperjelas seiring dengan banyaknya masyarakat yang mempertanyakan apakah pemberitaan ini dapat dipertanggungjawabkan secara etika jurnalistik dan hukum. Tapi tidak semua peliputan ini dibenarkan, karena peliputan ini hanya dilakukan secara kasus per kasus tergantung dari masalahnya.

8. Kendala Menghimpun Berita

Pengekangan terhadap Kebebasan pers pada praktik sehari-hari tidak semata datang dari pemerintah, tetapi tidak jarang terjadi karena kepentingan penerbitan pers itu sendiri. Kelompok-kelompok bisnis bisa menjadi unsur penekan terhadap kebebasan pers, ketika sebuah surat kabar atau media cetak lain misalnya harus berhadapan dengan pemasang iklan yang menjadi penopang kelangsungan hidup media bersangkutan.

Sebaliknya dari pemberian, hadiah, amplop, freeebies atau apapun namanya wartawan, praktik lainnya merupakan juga keluarga dekatnya jurnalisme uang (money journalism) atau dalam pers barat dikenal sebagai checkbook journalism. Dalam jurnalisme uang bukan sumber berita yang memberikan hadiah atau amplop berisi uang kepada wartawan atau media. Tetapi wartawan atau media yang memberikan uang kepada sumber berita.

C. Simpulan

1. Penentu Berita

a. Penentuan berita merupakan tahap awal dalam proses Kerja Redaksional yang amat penting

b. Redaktur menentukan sesuatu yang harus diliput dan wartawan yang menentukan sendiri cara meliput

c. Membuat rencana / check list

d. Wartawan harus menentukan mana yang dimuat dan mana yang dibuang usai meliput

2. Beat

a. Hampir semua media (cetak/ elektronik) mempunyai wartawan kota yang bertanggung jawab meliput peristiwa dalam maupun luar kota

b. Redaktur kota wajib menugaskan wartawan meuju Beat (tempat tetap wartawan untuk mencari berita)

c. Wartawan yang ditugaskan meliput hanya dalam satu bidang saja (Reporter Pelaksana Penugasan Umum)

3. Wartawan dalam Aksinya

a. Pekerjaannya lazim di luar waktu atau lebih dari waktu kerja

b. Mengetahui fakta, mencatat dalam notes, menyiapkan pertanyaan wawancara, mengisi buku listing, menuju beat, mengikuti rapat budgeting dalam redaksi dan mengetik berita

c. Dari proses di atas, maka pekerjaan menghimpun berita merupakan

4. Syarat Wartawan yang Baik

a. Mempunyai pengalaman

b. Memiliki rasa ingin tahu tinggi

c. Mempunyai daya khayal/ imajinasi bagus

d. Mempunyai pengetahuan luas

e. Mempunyai karakter baik

5. Menggali Berita

a. Mengganti berita dalam praktek disebut menciptakan berita

b. Tidak boleh ada istilah tidak ada berita bagi wartawan

c. Menggali sendiri bahan untuk ditulis

d. Menggali sebuah berita jika wartawan merasa sepi berita

e. Menggali berita melalui dua aspek;

Ø Aspek kehidupan, budaya, social masyarakat atau pemerintah

Ø Penelusuran arsip, dokumentasi, buku, kliping, Koran dan majalah

6. Meliput dengan Menyamar

Meliput dengan menyamar sangat diperlukan sekali saat informasi yang dicari simpang siva dan ada pihak yang sengaja menyembunyikan informasi (dengan pegangan kode etik dan konsultasikan secara hukum)

D. Kepustakaan

Kusumaningrat, Hikmat Dan Purnama Kusumaningrat. 2006. Jurnalistik Teori Dan Praktik. Bandung: PT Rosdakarya.

Antar Semi, M. 1995. Teknik Penulisan Berita, Features Dan Artikel. Bandung: Angkasa.

http://bachtiarhakim.wordpress.com/2008/06/12/jurnalistik-teori-dan-praktik-hikmat-kusumaningrat-purnama-kusumaningrat/